Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus-menerus, bukan
hanya disebabkan oleh pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi
stimulus bersama dengan isi ingatannya mempengaruhi siswa sedemikian rupa
sehingga perbuatannya berubah dari sebelum ia mengalami situasi dengan setelah
mengalami situasi tadi. Belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor
dari luar siswa di mana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam
proses belajar menurut Gagne dapat digambarkan sebagai S-R. S adalah situasi
yang memberi stimulus, R adalah respons atas stimulus itu, dan garis di antaranya adalah
hubungan di antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang yang
tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana terjadi
transformasi perangsang yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang berada di luar individu dan respon adalah output, yang juga berada di luar individu sebagai
hasilbelajaryangdapatdiamati.
Fase-fase Belajar
Menurut Gagne belajar melalui empat fase
utama yaitu:
- Fase
pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini siswa
memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus
tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. ini berarti
bahwa belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai
akibatnya setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang
unik yang dia terima pada situasi belajar.
- Fase
perolehan (acqusition phase). Pada fase ini siswa
memperoleh pengetahuan baru dengan
menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumya. Dengan kata
lain pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan
informasi lama.
- Fase
penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi
adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka
pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam
memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
- Fase
pemanggilan (retrieval phase). Fase
Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali
informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang
dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih
daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara
terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi
katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.
Keempat fase belajar
manusia ini telah disatukan menyerupai model sistem komputer, meskipun sedikit
lebih kompleks daripada yang ada pada manusia. komputer menangkap rangsangan
listrik dari pengguna komputer, memperoleh stimulus dalam central processing unit,
menyimpan informasi dalam stimulus pada salah satu bagian memori, dan
mendapatkan kembali informasi pada
penyimpanannya. jika siswa mempelajari prosedur menentukan nilai pendekatan
akar kuadrat dari bilangan yang bukan kuadrat sempurna, mereka harus memahami
metode, memperoleh metode, menyimpan di dalam memori, dan memanggil kembali
ketika dibutuhkan. untuk membantu siswa melangkah maju melalui empat tahap
dalam mempelajari algoritma akar kuadrat, guru menimbulkan pemahaman dengan
mengerjakan suatu contoh pada papan tulis, memudahkan akusisi setelah setiap
siswa mengerjakan contoh dengan mengikutinya, langkah demi langkah, daftar
petunjuk, membantu penyimpanan dengan memberikan soal-soal untuk pekerjaan
rumah, dan memunculkan pemanggilan kembali dengan memberikan kuis pada hari berikutnya.
Kemudian ada fase-fase
lain yang dianggap tidak utama, yaitu fase motivasi sebelum pelajaran dimulai
guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar, fase generalisasi adalah
fase transer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya
ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru
tersebut. Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu
penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu.
Tipe
Belajar
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke
delapan tipe belajar, dengan tipe belajar yang rendah merupakan prasyarat bagi
lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Hal tersebut akan diuraikan sebagai
berikut:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Signal learning dapat diartikan sebagai proses
penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari
tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi
yang diperlukan buat berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya
stimulus (signal) secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara
berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional, selainnya
timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
Beberapa ucapan kasar untuk mempermalukan, siswa yang
gelisah pada saat pelajaran matematika mungkin karena kondisi tidak suka
matematika pada orang itu. Belajar isyarat sukar dikontrol oleh siswa dan dapat
mempunyai pengalaman yang pantas dipertimbangkan pada tindakannya. konsekuensinya,
seorang guru matematika, seharusnya mencoba membangkitkan stimulus yang tidak
dikondisikan yang akan menimbulkan perasaan senang pada siswa dan berharap
mereka akan mengasosiasikan beberapa perasaan senang dengan isyarat netral pada
pelajaran matematika. Apabila perlakuan yang disenangi membangkitkan hal-hal
positif, stimulus yang tidak diharapkan mungkin gagal menimbulkan asosiasi
keinginan positif dengan isyarat netral, kecerobohan menimbulkan stimulus
negatif, pada satu waktu akan merusak keinginan siswa untuk mempelajari
pelajaran yang diajarkan.
2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus-Respon
Learning)
Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe
belajar ini adalah faktor penguatan (reinforcement). Waktu antara
stimulus pertama dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan
S-R berikutnya, semakin kuat penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh dengan
tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur dan
dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat
dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan
komponen penting dalam respon itu.
3. Rantai atau Rangkaian hal (Chaining)
Tipe belajar ini masih mengandung asosiasi yang
kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining ini
terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu
terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan ”contiguity”.
Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe balajar ini antara lain,
secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan satuan pola
S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan,
pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi
berlangsungnya proses chaining.
Kebanyakan aktivitas dalam matematika memerlukan
manipulasi dari peralatan fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri
membutuhkan chaining. Belajar membuat garis bagi suatu sudut dengan menggunakan
jangka membutuhkan penerapan keterampilan tipe stimulus respn yang telah
dipelajari sebelumnya. Diantaranya kemampuan menggunakan jangka untuk menarik
busur dan membuat garis lurus antara dua titik.
Ada dua karakteristik dari belajar stimulus respon dan
belajar rangkaian dalam pengajaran Matematika yaitu siswa tidak dapat
menyempurnakan rangkaian stimulus respon apabila tidak menguasai salah satu
keterampilan dari rangkaian tersebut, dan belajar stimulus respon dan rangkaian
diafasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah laku yang
diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat digunakan untuk meningkatkan belajar
stimulus respon, tetapi hal tersebut dapat berakibat negatif terhadap
emosi, sikap, dan motivasi belajar.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Asosiasi verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal
yang merupakan hubungan dari dua atau lebih tindakan stimulus respon verbal
yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling sederhana dari belajar rangkaian
verbal adalah asosiasi antara suatu objek dengan namanya yang melibatkan
belajar rangkaian stimulus respon dari tampilan objek dengan karakteristiknya dan
stimulus respon dari pengamatan terhadap suatu objek dan memberikan tanggapan
dengan menyebutkan namanya.
Asosiasi verbal melibatkan proses mental yang sangat
kompleks. Asosiasi verbal yang memerlukan penggunaan rangkaian mental
intervening yang berupa kode dalam bentuk verbal, auditory atau gambar visual.
Kode ini biasanya terdapat dalam pikiran siswa dan bervariasi pada tiap siswa
dan mengacu kepada penyimpanan kode-kode mental yang unik. Contoh seseorang
mungkin menggunakan kode mental verbal ”y ditentukan oleh x” sebagai petunjuk
kata fungsi, orang lain mungkin memberi kode fungsi dengan menggunakan simbol
”y=f(x)” dan orang yang lain lagi mungkin menggunakan visualisasi diagram panah
dari dua himpunan.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination
Learning)
Discrimination learning atau belajar menmbedakan sejumlah
rangkaian, mengenal objek secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini
anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua peransang atau
sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang
dianggap sesuai. Kondisi utama bagi berlangsungnya proses belajar ini adalah
anak didik sudah mempunyai kemahiran melakukan chaining dan association serta
pengalaman (pola S-R). Contohnya: anak dapat membedakan manusia yang satu dengan
yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik
serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara
anak-anak.
Terdapat dua macam diskriminasi yaitu diskriminasi
tunggal dan diskriminasi ganda. Contoh mengenalkan angka 2 pada anak dengan
memperlihatkan 50 angka 2 pada kertas dan menggambar angka 2. Melalui stimulus
respon sederhana anak belajar mengenal (nama ”dua” untuk konsep dua). Sedangkan
untuk diskriminasi ganda anak belajar mengenal angka 0, 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
dan membedakan angka-angka tersebut.
6. Belajar konsep (Concept Learning)
Belajar konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum
benda konkrit atau kejadian dan mengelompokan objek-objek atau
kejadian-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal ini belajar konsep adalah
lawan dari belajar dari diskriminasi. Belajar diskriminasi menuntut siswa untuk
membedakan objek-objek karena dalam karakteristik yang berbeda sedangkan
belajar konsep mengelompokkan objek-objek karena dalam karakteristik umum dan
pembahasan kepada sifat-sifat umum.
Dalam belajar konsep, tipe-tipe sederhana belajar dari
prasyarat harus dilibatkan. Penambahan beberapa konsep yang spesifik harus
diikutkan dengan prasyarat rangkaian stimulus respon, asosiasi verbal yag
cocok, dan diskriminasi dari karakteristik yang berbeda . Sebagai contoh, tahap
pertama belajar konsep lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata lingkaran
sebagai suatu membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon, sehingga siswa
dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk mengenali beberapa objek
berbeda sebagai lingkaran melalui belajar asosiasi verbal individu. Selanjutnya
siswa mungkin belajar membedakan antara lingkaran dan objek lingkaran lain
seperti dan lingkaran. Hal tersebut penting bagi siswa untuk menyatakan
lingkaran dalam variasi yang luas. Situasi representatif sehingga mereka
belajar untuk mengenal lingkaran. Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi
lingkaran dalam konteks yang lain, mereka telah memahami konsep lingkaran.
Kemampuan membuat generalisasi konsep kedalam situasi yang baru merupakan
Kemampuan yang membedakan belajar konsep dengan bentuk belajar lain. Ketika
siswa telah mempelajari suatu konsep, siswa tidak membutuhkan waktu lama untuk
mengidentifikasi dan memberikan respon terhadap hal baru dari suatu konsep,
sebagai akibatnya cara untuk menunjukkan bahwa suatu konsep telah dipelajari
adalah siswa dapat membuat generalisasi konsep kedalam situasi yang lain.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan suatu konsep baru kepada siswa:
1. Memberikan variasi hal-hal yang berbeda konsep untuk menfasilitasi
generalisasi.
2. Memberikan contoh-contoh perbedaan dikaitkan dengan konsep untuk membantu
diskriminasi.
3. Memberikan yang bukan contoh dari konsep untuk meningkatkan pemahaman diskriminasi
dan generalisasi.
4. Menghindari pemberian konsep yang mempunyai karakteristik umum.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan (Rule learning) adalah kemampuan
untuk merespon sejumlah situasi (stimulus) dengan beberapa tindakan
(Respon). Kebanyakan belajar matematika adalah belajar aturan. sebagai
contoh, kita ketahui bahwa 5 x 6 = 6 x 5 dan bahwa 2 x 8 = 8 x 2; akan
tetapi tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a.
Kebanyakan orang pertama belajar dan menggunakan aturan bahwa perkalian
komutatif adalah tanpa dapat menyatakan itu, dan biasanya tidak menyadari
bahwa mereka tahu dan menerapkan aturan tersebut. Untuk membahas aturan ini,
harus diberikan verbal(dengan kata-kata) atau rumus seperti “
urutan dalam perkalian tidak memberikan jawaban yang berbeda” atau “untuk
setiap bilangan a dan b, a x b = b x a.
Aturan terdiri dari sekumpulan konsep. Aturan mungkin
mempunyai tipe berbeda dan tingkat kesulitan yang berbeda. Beberapa aturan
adalah definisi dan mungkin dianggap sebagai konsep terdeinisi. konsep
terdefinisi n! = n (n – 1) (n -2). . . (2)(1) adalah aturan yang
menjelaskan bagaimana mengerjakan n! Aturan-aturan lain adalah
rangkaian antar kosep yang terhubung, seperti aturan bahwa keberadaan sejumlah
operasi aritmetika seharusnya dikerjakan dengan urutan x, :, +, – . Jika siswa
sedang belajar aturan mereka harus mempelajari sebelumnya rangkaian konsep yang
menyusun aturan tersebut. Kondisi-kondisi belajar aturan mulai dengan
merinci perilaku yang diinginkan pada siswa. seorang siswa telah belajar
aturan apabila dapat menerapkan aturan itu dengan tepat pada beberapa situasi
yang berbeda. Robert Gagne memberikan 5 tahap dalam mengajarkan aturan:
Tahap
1: menginformasikan pada siswa tentang bentuk perilaku yang diharapkan ketika
belajar
Tahap
2: bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan pemanggilan kembali
konsep yang telah dipelajari sebelumnya yang menyusun konsep
Tahap
3: menggunakan pernyataan verbal (petunjuk) yang akan mengarahkan siswa menyatakan
aturan sebagai rangkaian konsep dalam urutan yang tepat.
Tahap
4: dengan bantuan pertanyaan, meminta siswa untuk “mendemonstrasikan” satu
contoh nyata dari aturan
Tahap
5 (bersifat pilihan, tetapi berguna untuk pengajaran selanjutnya): dengan pertanyaan
yang cocok, meminta siswa untuk membuat pernyataan verbal dari aturan.
8. Pemecahan Masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar
yang paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain,
terutama penggunaan aturan-aturan yang disertai proses analisis dan penarikan
kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan memecahkan masalah,
memberikan respon terhadap ransangan yang menggambarkan atau membangkitkan
situasi problematik. Tipe belajar ini memerlukan proses penalaran yang
kadang-kadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan tipe belajar ini
kemampuan penalaran siswa dapat berkembang. Dengan demikian poses belajar yang
tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung apabila proses belajar fundamental
lainnya telah dimiliki dan dikuasai.
Kriteria suatu pemecahan masalah adalah siswa belum
pernah sebelumnya menyelesaikan masalah khusus tersebut,walaupun mungkin telah
dipecahkan sebelumnya oleh banyak orang. sebagai contoh pemecahan
masalah, siswa yang belum pernah sebelumnya belajar rumus kuadrat, menurunkan
rumusnya untuk menentukan penyelesaian umum persamaan ax2 + bx
+ c = 0. Siswa akan memilih keterampilan melengkapkan kuadrat tiga suku dan
menerapkan keterampilan dalam cara yang tepat untuk menurunkan rumus kuadrat,
dengan melaksanakan petunjuk dari guru.
Pemecahan masalah biasanya melibatkan lima tahap :
(1). Menyatakan masalah dalam bentuk umum, (2). Menyatakan kembali masalah
dalam suatu defenisi operasional, (3). Merumuskan hipotesis alternatif dan
prosedur yang mungkin tepat untuk memecahkan masalah, (4). Menguji hipotesis
dan melaksanakan prosedur untuk memperoleh solusi dan (5). Menentukan solusi
yang tepat.
Hasil-Hasil
Belajar
Setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati
sebagai hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities).
Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi mencapai
kemampuan tersebut berbeda-beda. Ada lima kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil
belajar yang diberikan Gagne yaitu :
- Informasi Verbal. Informasi verbal adalah
kemampuan siswa untuk memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, ini
dapat dicontohkan kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan
yang lainnya yang bersifat verbal.
- Keterampilan intelektual. Keterampilan
intelektual merupakan penampilan yang ditunjukkan siswa tentang operasi-operasi
intelektual yang dapat dilakukannya. Keterampilan intelektual memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol
atau gagasan-gagasan. Yang membedakan keterampilan intelektual pada bidang
tertentu adalah terletak pada tingkat kompleksitasnya. Untuk memecahkan masalah
siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinngi yaitu aturan-aturan yang kompleks
yang berisi aturan-aturan dan konsep terdefinisi, untuk memperoleh
aturan-aturan ini siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkret, dan untuk
belajar konsep konket ini siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi.
- Strategi kognitif. Strategi kognitif
merupakan suatu macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai
kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Proses kontrol yang digunakan
siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar,
mengingat dan berpikir. Beberapa strategi kogniti adalah strategi menghafal,
strategi menghafal, strategi elaborasi, strategi pengaturan, strategi
metakognitif, dan strategi afektif.
- Sikap-sikap. Merupakan pembawaan yang dapt
dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadiaan
atau makhluk hidup lannya. sekelompok siswa yang penting ialah sikap-sikap
terhjadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah
mendapat pembelajaran itu menjadi hal yang penting dalam menerapkan
metode dan materi pembelajaran.
- Keterampilan-keterampilan motorik.
Ketarampilan motorik merupakan keterampilan kegiatan fisik dan penggambungan
kaegiatan motorik dengan intelektual seabagai hasil belajar seperti
membaca, menulis, dan sebagai berikut.
Kejadian-kejadian
Instruksi
Mengajar dapat kita pandang sebgai usaha mengontrol
kondosi eksternal. Kondisi eksternal merupakan satu bagian dari proses
belaajar, namun termasuk tugas guru dalam mengajar. Menurut Gagne
mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang dikenal dengan
”Nine Instruction events” yang dapat diuraikan sebagai berikut:
- Memelihara perhatian (Gain attention).
Dengan stimulus eksternal kita berusaha membangkitkan perhatian siswa untuk
belajar.
- Menjelaskan tujuan pembelajaran (Inform
Lerners of Objectives). Menjelaskan kepada siswa tujuan dan hasil apa yang
diharapkan setelah belajar. Ini dilakukan dengan komunikasi verbal.
- Meransang ingatan siswa (Stimulate recall
of prior learning). Meransang ingatan siswa untuk mengingat kembaali konsep,
aturan dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang
akan diberikan.
- Manyajikan stimulus (Present the content).
Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga siswa menjadi
lebih siap menerima pelajaran.
- Memberikan bimbingan (Provide “learning
guidance”). Memberikan bimbingan kepada siswa dalam proses belajar.
- Memantapkan apa yang telah dipelajari
(Elicit performance/practice). Memantapkan apa yang dipelajari dengan
memberikan latihan-latihan untuk menrapkan apa yang telah dipelajari itu.
- Memberikan umpan balik (Provide feedback).
Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada siswa apakah
hasil belajarnya benaar atau tidak.
- Menilai hasil belajar(Assess performance).
Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui
apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan membrikan soal.
- Mengusahakan transfer (Enhance retention
and transfer to the job). Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh
tambahan untuk menggeneralisasikan apa yang telah dipelajari itu sehingga
ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi yang lain.